Monday, October 27, 2014

Tentang Sebuah Perpindahan Bagian Pertama

Udah beberapa minggu ini gue kerja di salah satu brand handphone yang sangat terkenal di mall Kota Kasablanka. Dan gue nyaman banget kerja disini. Orang-orang disini baik-baik semua dan hmm lumayan unik. Pertama gue kenalin orang yang paling penting, storehead gue. Namanya kak Nirma. Dia diktaktor yang keren. Orangnya galak banget tapi gak pernah jahat sama orang. Suka ngomel tapi gak pernah nyakitin hati. Tipe ibu-ibu muda gitu lah... Terus ada asisten storehead, kak Ratna. 3 kata untuk mendeskripsikan dia. Cantik, tegas, dan suka cengengesan. Dan ada orang yang paling dominan paling suka diomelin sekaligus ngegodain kak Nirma, namanya Ame, nama aslinya ada deh. Dia semacam banci gitu yang ada aja kelakuannya dan selalu bisa bikin gue ketawa dan sekaligus bikin gue heran, ini anak kok gak pernah sedih ya? Belum pernah diputusin kayaknya." Kata gue dalem hati. Pas gue nanya kenapa namanya diganti jadi ‘Ame'? Katanya itu singkatan dari ‘Anak Me*mek', sumpah goblok abis. Dan pernah suatu hari ketika gue lagi greeting bertiga sama Ame dan temen gue satu lagi, temen gue nanya, “Apa enaknya sih kayak gitu sama cowok?" Eh, dia malah nyeritain kisah porno-nya sama orang negro. Dan gue yang berada gak jauh dari situ mau gak mau harus ngedengerin. Dan akhirnya sampe gue ngebayangin ceritanya dia. Kampret! Balikin otak gue yang suci ini tuhaaannn!!!! Selanjutnya ada bang Santos dan Frendy yang selalu godain si Ame dan memberikan gue referensi lau-lagu bagus. Masih banyak lagi deh pokoknya gue udah nyaman banget punya keluarga disitu.
Tapi ada satu masalah kecil yang cukup besar. *sebenernya kecil atau besar sih?* Kota kasablanka cukup jauh dari rumah gue. Sebagai orang yang setia sama transportasi umum, tentu hal ini sangat merugikan gue. Gue rugi uang dan waktu. Iya untuk sampai ke Kota Kasablanka dari rumah gue aja butuh waktu tiga jam karena kemacetannya. Gue masih bersyukur sih gue gak tinggal di Bekasi. Mungkin kalo gue tinggal di Bekasi, sampe tempat kerja gue udah punya anak tiga dan anak gue yang paling tua lagi hamil muda...

Dengan jam kerja gue yang melebihi waktu normal, gue cuma ada waktu luang delapan jam, dengan begini, gue gak bisa ngejalanin proyek-proyek kecil gue. Harapan gue jadi penulis buku pun hancur sebab gue gak bisa memenuhi ekspetasi para penerbit itu karena kurangnya waktu untuk fokus ke hal yang gue sukai ini...

Gue pun berfikiran untuk minta dipindahkan ke tempat yang lebih dekat agar gue masih punya banyak waktu untuk mengerjakan hal-hal lain untuk masa depan gue. Pindah kerja itu tak ubahnya seperti pindah hati, kita harus pindah dari suatu yang sudah menjadi keterbiasaan untuk kita, ke sesuatu yang lain yang berbeda sama sekali. Intinya: Kita harus keluar dari suatu kenyamanan menuju tempat yang belum pasti.

Gue juga sempet mengutarakan perasaan bingung gue ini ke teman baru gue, dia juga mempunyai pekerjaan yang sama kayak gue di salah satu Mall di Jakarta Barat. Gue rasa dia mengerti dan juga emang kadang kita suka saling cerita tentang hari-hari kita gitu meskipun jarang. Sebut saja dia Zahra.

“Tara mau cerita," kata gue membuka pembicaraan.

“cerita apa Tara?" balas dia.

“Zahra tau kan rumah Tara dimana dan tempat kerja Tara dimana? Nah Tara bingung Jah, ini terlalu jauh dan terlalu makan waktu. Ini aja Tara baru sampe rumah." Jelas gue, ketika itu pukul setengah satu pagi.

“Terus?" Balas dia.

“Menurut Zahra, Tara pindah gak ya? Tapi Tara takut nanti gak senyaman kerja disini." 

“Tara nyaman gak kerja disitu?"

“Nyaman banget, makanya ini yang bikin Tara bingung." Keluh gue.

“Kalo Zahra sih yang penting nyaman, soalnya kalo orang-orangnya enak, capeknya jadi gak kerasa."

“Bener sih Zah Tara juga gak ngerasain capek. Tapi ini masalahnya tentang uang dan waktu."

“Yah kalo soal itu sih Zahra gak bisa ngasih keputusan, kan Tara yang ngerasain. Zahra cuma bisa ngasih pendapat aja hehe."

“Hmm gitu ya Zah?"

“Iya, difikirin dulu aja." Kata dia.

Dan gue pun mulai berfikir, benar juga apa yang dikatakan Zahra, dan gue memilih untuk tetap bertahan.

Gue menjalankan hari-hari gue seperti biasa, dan gue gak kuat, gue butuh lebih banyak uang dan waktu. Sampai pada akhirnya, gue mengutarakan keinginan gue ke atasan gue agar dipindahkan ketempat yang lebih dekat. Dia menanyakan alasannya dan gue tetap dengan alasan yang sama, uang dan waktu. Dia terdiam sebentar lalu mengiyakan keinginan gue.

Sekarang hari terakhir gue kerja di kota kasablanka. Sambil merapikan isi loker gue, gue mengenang semua kegilaan yang pernah kita lakukan bareng-bareng di tempat ini. Sama seperti pindah hati, ketika kita putus dengan pasangan kita, kita pasti memikirkan semua kenangan-kenangan yang pernah kita ukir bersama pasangan kita. Entah itu dari hal yang paling membahagiakan, maupun dari hal yang sangat menyakitkan. Kita akan mengingat itu semua dengan rasa penyesalan karena semuanya harus terbuang sia-sia. Kebetulan disaat ini gue juga lagi dalam proses perpindahan hati. Ya, hubungan kita udah mulai berat untuk dijalani, dan semuanya mulai terasa sempit bagi kita, dan di dalam kasus ini, dia memutuskan untuk pindah. 

Perpindahan itu terjadi karena dua hal, kita ingin pindah atau kita harus pindah, dan Gue menemukan kesamaan diantara perpindahan kerja dan perpindahan hati yang gue alami, semua terjadi karena gue memang harus pindah.

Pintu terbuka, Team Leader gue masuk kedalam ruang loker, menatap gue, lalu bilang, “Udah siap, Tara?" Gue cuma mengangguk kecil. Gue mulai mengangkat tas gue dan melihat ke sekeliling, sambil berharap.... semoga tidak ada yang tertinggal.

Friday, October 17, 2014

Jatuh Cinta Diam-diam

Catatan: Tulisan ini berdasarkan kisah nyata. Demi kenyamanan, beberapa nama disini disamarkan. Tapi semua waktu dan tempat sama. Ini kenapa jadi kayak cerita horor gini ya...

Oke, gue mau sedikit cerita..

Jadi beberapa hari lalu, gue lagi bbm-an sama temen lama gue, namanya Doni. Dia orangnya tinggi, keren, tapi dia mempunyai persediaan bibir yang lumayan banyak. Mungkin kalau dia tinggal di hutan, bibirnya bisa digunakan untuk tempat bernaung sekawanan jerapah.

Ini kenapa gue jadi ngomongin bibir laki-laki...

Intinya gitu, kita bbm-an bercanda-canda kayak biasa, ngomongin musik, bola, dan cewek. Hingga di suatu percakapan, gue nanya, “Gebetan lo siapa sekarang?"

“Gebetan? Masih yang dulu."

“Yang dulu mana? Temen kecil lo itu?"

“Iya bat."

“Loh masih berharap ama dia? Gak mau coba cari yang lain?”

“Gak bisa, gue cuma cinta sama dia."

“Hah? Gimana sih ceritanya?"

Gue nunggu dia ngetik hampir satu jam. Selama nunggu itu, gue juga lagi nungguin acara bola. Sambil nunggu acara bola, gue loncat-loncatan di kasur (Ini serius).

Ketika gue denger notif bbm, gue buka bbmnya. Dan itu panjang banget-banget. Akhirnya gue berhenti loncat-loncatan dan baca bbm-nya.

Jadi ceritanya, cewek pujaannya itu namanya Tata, teman mainnya dia dulu waktu kecil. Jadi kayak sekawanan gitu berempat, dan Tata itu cewek satu-satunya. Dan si Doni ini emang yang paling deket sama Tata. Mereka juga rumahnya hadep-hadepan. Mereka pun juga satu SD, jadi Doni sama Tata selalu berduaan kemana-mana. Kalo sekolah, Doni nungguin Tata di depan pagar rumahnya kemudian jalan bareng ke sekolah. Sampe-sampe mereka sering di cie-ciein sama teman-teman mereka karena sering berduaan. Hingga akhirnya Doni sadar kalau hal itu membuat si Tata jadi gak nyaman. Dan kemudian, Doni memutuskan untuk menjauh. Tapi tetep, tiap malem Doni suka sepik-sepik nanyain PR ke Tata. Emang, Doni emang suka modus dari SD.

Gak sampe disitu, mereka jadi suka curi-curi pandang gitu, entah kalian percaya atau enggak, Setiap upacara bendera ataupun senam pagi, si Tata selalu celingak-celinguk mencari dimana posisi Doni berdiri dan ketika ia tahu dimana posisi Doni, si Tata akan kembali fokus dengan kegiatannya. Sedangkan Doni? Doni selalu tahu dimana posisi Tata berdiri dari awal mereka baris. Dan mereka gitu-gitu aja sampai lulus SD. Tidak pernah ngobrol, hanya saling curi-curi pandang. Lucu ya.

Kemudian beranjak ke SMP, mereka beda SMP, Tata sekolah di salah satu SMP swasta, sedangkan Doni dapat sekolah negeri. Doni tak mempermasalahkan tentang perbedaan sekolah itu karena mereka masih tetanggaan. Sampai akhirnya, ketika kelas 2 SMP, Keluarga Doni memutuskan untuk pindah rumah.
Doni jadi kusut banget waktu itu, sampe-sampe dia pernah lagi kangen-kangennya sama Tata, dia memutuskan untuk kesekolahnya Tata, cuma lewat-lewat doang jalan kaki di depan sekolahnya sambil nunggu seseorang yang di kangeninnya keluar dari sekolahan. Gila? Iya. Kangen bisa bikin orang jadi gak waras. Tapi kegilaan itu gak berakhir sia-sia. Doni akhirnya bertemu dengan Tata. Doni akhirnya bertemu dengan pujaan hatinya. Samar-samar terdengar lagu ‘Kangen'nya Tony Q dari kejauhan. Romantis abis.

Meskipun begitu, mereka cuma saling tatap. Tidak ada tegur sapa, tidak ada obrolan menanyakan kabar, tidak ada sepatah kata pun untuk dikeluarkan. Tata hanya menatap Doni dengan heran. Dan Doni percaya, Tata tahu apa maksud kedatangan Doni saat itu.

Semenjak itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Setelah lulus SMP, mereka masuk ke sekolah yang berbeda juga. Tidak pernah ada kontek apapun, Doni selalu mencoba Add akun Facebook si Tata dari SMP namun tak pernah di confirm. Tapi karna akun-nya gak ke kunci, jadi Doni masih bisa baca status-statusnya dan liat-liat fotonya. Doni tahu Tata pernah punya pacar waktu SMP dan udah putus, terus waktu SMK dia punya pacar lagi sampai sekarang. Ironisnya, Doni gak pernah berhenti untuk berharap untuk mendapatkan hati Tata. Dia selalu mendoakan Tata entah dimana dia sekarang. “Dia satu-satunya orang yang gue idolain, Bat. Dia itu superstar buat gue. Dunia gue yang sekarang beda banget sama yang waktu dulu ketika masih bisa ngeliat dia." Kata Doni di BBM. Dan parahnya, si Doni ngerasa gak pantes berdoa untuk ngedapetin si Tata karena Tata udah menjalin hubungan dengan pacarnya yang sekarang selama tiga tahun. Tapi di satu sisi, dia masih belum bisa ngerelain si Tata sama orang lain.

Gue cukup lama terdiam setelah membaca semua isi BBM si Doni. Jatuh cinta diam-diam tuh emang mempunyai resiko yang paling besar untuk tersakiti. Kita tidak bisa berbuat apa-apa, Kita tidak boleh cemburu, dan kita hanya bisa berharap. Karna gue juga pernah merasakan hal itu. Ya, pernah banget.

Dan ini lebih bodoh.

Ditempat kerja gue dulu ada seorang cewek cantik namanya Anggi. Dia punya rambut yang pirang, agak kontet dan badan-nya juga montok. Banyak cowo yang suka sama dia, tapi sayangnya dia itu udah punya pacar. Dia tinggal gak jauh dari tempat kerja, jadinya dia kalo kerja selalu jalan kaki. Nah selain Anggi, ada banyak cewek cantik di tempat kerja gue, ada Nika, Cyntia, dan Dara. Nah jadi yang pengen gue ceritain itu tentang Dara.

Entah kenapa gue repot-repot cerita tentang Anggi? Gue gak tahu..

Jadi waktu gue masih kerja di home credit, gue di tempatin di sebuah toko handphone di gedung ITC Fatmawati lt.3 namanya Goshen Cell. Jadi kalo ada yang mau kredit handphone, ketemunya sama gue. Prosesnya Praktis, Mudah, dan Cepat. Duh kok gue jadi iklan gini sih..

Oke fokus, Jadi gue di tempatin di Goshen Cell dan gue harus stay di toko itu. Ketika gue lagi duduk-duduk manja sambil memainkan handphone, gue melihat seorang cewek, tinggi kira-kira se bahu gue, rambut hitam panjang, dan kulitnya lumayan putih, matanya jernih dan cerah. Gue bengong. Bengong dan jantung gue berdetak keras banget. Ini seriusan terjadi loh. Seumur hidup gue, baru tiga kali gue ngeliat cewek sampai begini, pertama sama mantan gue yang 9 bulan jadian itu, kedua sama seorang cewek yang pernah gue liat sekali, dia seorang penjaga toko handphone di sebuah mall di jakarta barat, dan ketiga sama cewek ini. Dia ngeliat kearah gue agak lama dengan agak heran dan tersenyum, gue langsung buru-buru buang muka takut ketahuan abis ngeliatin dia.

Setelah dia pergi, gue menanyakan tentang dia ke orang toko,

“Kak, itu siapa?" Tanya gue ke kak Fitri.

“Itu Dara, dia jaga toko aksesoris di belakang. Cabangnya toko yang di depan itu. Kenapa emang? Suka ya lu?”
kata kak fitri dengan tampang ngeledek.

“Oh gitu, enggak kak. Kayak pernah liat aja." Kata gue kalem, padahal mah dalem hati masih deg-degan.

Dan malamnya gue gak bisa berhenti mikirin Dara. Gaktau kenapa tiba-tiba bisa kayak gitu. Ngerasa ada sesuatu yang beda aja.

Dan hari-hari berikutnya, gue makin sering berpapasan sama dia, entah dia lagi sendirian atau pun sama temannya. Dia selalu senyum kalau ketemu gue, tapi gue gak pernah bales senyumnya. Bukan karna gue sombong, tapi otak gue yang selalu lupa cara mengontrol tubuh gue kalo ada di depan dia. Pernah suatu hari gue lagi main pelet-peletan sama anak kecil, maen pelet-peletan disini bukan berarti gue melet anak kecil biar suka sama gue dengan cara naburin bunga di sekitar rumahnya loh, ini melet yang bercanda-canda julurin lidah gitu. Ngerti kan? Oke ulang. Jadi gue lagi maen pelet-peletan gitu, eh ternyata gue diliatin ama Dara daritadi sambil senyum-senyum ngeledek gitu. Gue langsung buang muka dan kabur. Bener-bener ngerasa ini yang cewek siapa yang cowok siapa. Pernah juga suatu hari ketika gue lagi di lift sendirian, tiba-tiba dia juga masuk. Dalam hati gue ngerasa ini adalah momen sempurna untuk kenalan, tapi sayangnya otak gue berubah jadi pengecut profesional. Gue cuma bisa diam dengan jantung yang hampir berhenti berdetak. Jangankan mau nyapa atau apa, di senyumin aja gue rasanya pengen pipis di celana...

Dan sayangnya, hal ini pula yang membuat hubungan gue sama pacar gue yang dulu jadi memburuk. Ditambah dengan masalah lainnya, hubungan yang gue bangun sendirian itu, hancur dengan sempurna.

Gue pun mulai tahu dia itu rumahnya gak jauh dari tempat kerjanya, tapi gak terlalu dekat untuk jalan kaki. Gue juga tahu kalo dia suka banget sama film-film korea, tapi gak begitu suka sama lagu-lagunya. Dan yang bikin gue makin kagum, gue tahu kalo dia pernah di deketin sama anak kuliahan tapi di cuekin abis-abisan karena katanya dia lagi gakmau pacar-pacaran, dia cuma mau fokus bahagiain ibunya. Tipe cewek yang bakalan gue hargain setengah mati sekaligus bikin gue makin minder. ‘Anak kuliahan aja ditolak, apalagi tukang kredit?' Fikir gue waktu itu.

Setiap hari gitu-gitu aja, gue selalu ngeliatin dia tapi langsung buang muka kalo diliatin balik. Gue selalu nyari-nyari info tentang dia, tapi gak berani untuk ngajak ngobrol dia. Gitu-gitu aja sampai pada akhirnya, ketika gue lagi duduk di foodcourt sendirian sambil bikin iklan, ada seorang cewek nyamperin gue. Entah itu orang dapet ilham darimana, tiba-tiba dia ngomong, “Kalo suka sama orang usaha kali." Kata dia sambil senyum kearah gue.

“Lo siapa?" Kata gue. Setahu gue dia yang suka jalan bareng sama Dara dan sering papasan juga sama gue.

“Gue Fani, temen satu tokonya Dara. Lo Batara kan?" Kata dia sambil menggeser badannya ke gue. Dia ini orangnya montok gitu, jadi gue agak gak fokus harus liat kemana pas ngobrol.

“Iya, knapa?" Kata gue, dalam hati ngomong,Ini orang kok sok kenal banget."

“Lo suka kan sama Dara?" Tanya dia.
“Dara mana?" Kata gue pura-pura bego. Padahal emang bego.

“Sok-sok gak kenal, lo juga tahu orangnya yang mana." Kata dia

“Oh yang satu toko sama lo itu? Engga lah yakali." Kata gue ngelak.

“Udah banyak yang ngomong kali."

“Enggak lah, sotoy lo." Kata gue.

“Ah sok ganteng lo." Kata dia sambil pergi.

Gue bengong.

Ini ada apa sih? Tiba-tiba ada cewek entah dari lurah mana dateng terus nuduh-nuduh gue suka sama orang (meskipun bener) kemudian ngatain gue sok ganteng dan pergi. Gue salah pake shampoo kayaknya hari ini..

Dan semenjak saat itu, ketika gue berpapasan dengan Dara, dia gak pernah senyum lagi. Semenjak mata kita bertemu, dia selalu memalingkan matanya lagi. Sementara gue masih dengan detak jantung yang sama, masih dengan debaran yang penuh makna. Dia terlihat menjauh padahal kita tak pernah dekat, dia terlihat menolak padahal gue belum pernah berkata satu kata pun ke dia. Gue tahu salahnya dimana, dan gue tahu gue tak mau memperjuangkan apa yang gue inginkan.

Dan semenjak gue di pindah ke toko lantai dasar, frekuensi kita ketemu udah jarang. Terkadang gue bela-belain ke kamar mandi lantai 3 hanya untuk melihat dia, hanya untuk merasakan debaran detak jantung gue. Dan ketika gue punya wanita lainpun, gue masih memikirkan dia dan mulai ngerasa nyesel atas hubungan gue sama mantan gue rusak. Dan setelah beberapa bulan, gue resmi keluar kerja. Gue udah gak pernah ketemu sama dia. Terakhir ketemu, beberapa hari yang lalu, setelah gue ditabrak mobil. Tempat urutnya gak jauh dari ITC Fatmawati, makanya setelah di urut gue mampir kesana karena ada saudara gue yang ngerawat gue. Kemudian karna gue keinget sama Dara, gue berniat untuk bertemu dengannya. Gue sampe bela-belain ngerusak anti gores hape gue agar gue bisa beli dan minta tolong sama dia untuk memasangnya. Tapi keadaan tetaplah sama, gue masih terpaku dan gak bisa apa-apa ketika ada dia di dekat gue. Dan akhirnya gue minta langsung ke pemilik tokonya, bukan ke dia. Pemilik tokonya terlihat heran sebentar, lalu mulai mengerjakan permintaan gue. Sedangkan Dara mulai meng-sibuk-an diri dengan mengumpulkan sampah, hanya dengan melihatnya dari belakang aja udah bikin gue meleleh. Dan momen ini udah kayak di tipi-tipi, gue gak sadar gue berdiri di depan tempat sampah, ketika dia ingin buang sampah, dia nyamperin gue, berdiri persis di depan gue dan tangannya membuang sampah ke tempat sampah yang ada di belakang gue, kemudian, tanpa mengucapkan sepatah katapun, tanpa sebersit senyuman, dia pergi. Sementara gue? Jantung gue udah berhenti berdetak semenjak dia nyamperin gue, rasanya kayak mau mati. Gue gak pernah sedekat itu dengan kematian sebelumnya...

*zzzz*

Hape gue bergetar membuyarkan lamunan gue, nama Doni terlihat dibagian atas layar.

“Bat jangan bilang siapa-siapa. Gue gak pernah cerita soal ini ke orang lain." Kata  Doni.

Gue bales, “Iya, tapi mau gue tulis di blog, nama lo gue samarin kok."

“Yaudah oke," kata dia setuju.

“Gue nonton bola dulu." Kata gue menyudahi.

Pada kenyataannya, gue jadi gak fokus nonton bola, gue memikirkan lagi tentang wanita pujaan gue itu dengan rasa penuh penyesalan, kenapa dulu gak gue ungkapin aja perasaan gue, atau seenggaknya berani berkenalan dan gak sok jual mahal. Mungkin dia udah ilfeel sama gue atau mungkin dia emang gak punya perasaan apa-apa dari awal. Sama seperti Doni, pada akhirnya kita terjebak dalam sebuah penyesalan atas diri kita yang pengecut. Dan pada akhirnya, apa yang gue, Doni, dan para pemuja rahasia lainnya bisa lakukan hanyalah mengubah doa. Yang tadinya berdoa, “Semoga dia jadi milik gue," menjadi, “Semoga dia bahagia dengan pilihannya."

Pada akhirnya orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa menerima, menerima kalau apa yang kita impikan gak selalu sesuai sama kenyataannya. Dan orang yang jatuh cinta diam-diam pada akhirnya hanya bisa merelakan, merelakan apa yang sudah ia perjuangkan dan korbankan dengan tangan hampa, tanpa hasil apa-apa.