Udah beberapa minggu ini gue kerja di salah satu brand handphone yang sangat terkenal di mall Kota Kasablanka. Dan gue nyaman banget kerja disini. Orang-orang disini baik-baik semua dan hmm lumayan unik. Pertama gue kenalin orang yang paling penting, storehead gue. Namanya kak Nirma. Dia diktaktor yang keren. Orangnya galak banget tapi gak pernah jahat sama orang. Suka ngomel tapi gak pernah nyakitin hati. Tipe ibu-ibu muda gitu lah... Terus ada asisten storehead, kak Ratna. 3 kata untuk mendeskripsikan dia. Cantik, tegas, dan suka cengengesan. Dan ada orang yang paling dominan paling suka diomelin sekaligus ngegodain kak Nirma, namanya Ame, nama aslinya ada deh. Dia semacam banci gitu yang ada aja kelakuannya dan selalu bisa bikin gue ketawa dan sekaligus bikin gue heran, “ini anak kok gak pernah sedih ya? Belum pernah diputusin kayaknya." Kata gue dalem hati. Pas gue nanya kenapa namanya diganti jadi ‘Ame'? Katanya itu singkatan dari ‘Anak Me*mek', sumpah goblok abis. Dan pernah suatu hari ketika gue lagi greeting bertiga sama Ame dan temen gue satu lagi, temen gue nanya, “Apa enaknya sih kayak gitu sama cowok?" Eh, dia malah nyeritain kisah porno-nya sama orang negro. Dan gue yang berada gak jauh dari situ mau gak mau harus ngedengerin. Dan akhirnya sampe gue ngebayangin ceritanya dia. Kampret! Balikin otak gue yang suci ini tuhaaannn!!!! Selanjutnya ada bang Santos dan Frendy yang selalu godain si Ame dan memberikan gue referensi lau-lagu bagus. Masih banyak lagi deh pokoknya gue udah nyaman banget punya keluarga disitu.
Tapi ada satu masalah kecil yang cukup besar. *sebenernya kecil atau besar sih?* Kota kasablanka cukup jauh dari rumah gue. Sebagai orang yang setia sama transportasi umum, tentu hal ini sangat merugikan gue. Gue rugi uang dan waktu. Iya untuk sampai ke Kota Kasablanka dari rumah gue aja butuh waktu tiga jam karena kemacetannya. Gue masih bersyukur sih gue gak tinggal di Bekasi. Mungkin kalo gue tinggal di Bekasi, sampe tempat kerja gue udah punya anak tiga dan anak gue yang paling tua lagi hamil muda...
Dengan jam kerja gue yang melebihi waktu normal, gue cuma ada waktu luang delapan jam, dengan begini, gue gak bisa ngejalanin proyek-proyek kecil gue. Harapan gue jadi penulis buku pun hancur sebab gue gak bisa memenuhi ekspetasi para penerbit itu karena kurangnya waktu untuk fokus ke hal yang gue sukai ini...
Gue pun berfikiran untuk minta dipindahkan ke tempat yang lebih dekat agar gue masih punya banyak waktu untuk mengerjakan hal-hal lain untuk masa depan gue. Pindah kerja itu tak ubahnya seperti pindah hati, kita harus pindah dari suatu yang sudah menjadi keterbiasaan untuk kita, ke sesuatu yang lain yang berbeda sama sekali. Intinya: Kita harus keluar dari suatu kenyamanan menuju tempat yang belum pasti.
Gue juga sempet mengutarakan perasaan bingung gue ini ke teman baru gue, dia juga mempunyai pekerjaan yang sama kayak gue di salah satu Mall di Jakarta Barat. Gue rasa dia mengerti dan juga emang kadang kita suka saling cerita tentang hari-hari kita gitu meskipun jarang. Sebut saja dia Zahra.
“Tara mau cerita," kata gue membuka pembicaraan.
“cerita apa Tara?" balas dia.
“Zahra tau kan rumah Tara dimana dan tempat kerja Tara dimana? Nah Tara bingung Jah, ini terlalu jauh dan terlalu makan waktu. Ini aja Tara baru sampe rumah." Jelas gue, ketika itu pukul setengah satu pagi.
“Terus?" Balas dia.
“Menurut Zahra, Tara pindah gak ya? Tapi Tara takut nanti gak senyaman kerja disini."
“Tara nyaman gak kerja disitu?"
“Nyaman banget, makanya ini yang bikin Tara bingung." Keluh gue.
“Kalo Zahra sih yang penting nyaman, soalnya kalo orang-orangnya enak, capeknya jadi gak kerasa."
“Bener sih Zah Tara juga gak ngerasain capek. Tapi ini masalahnya tentang uang dan waktu."
“Yah kalo soal itu sih Zahra gak bisa ngasih keputusan, kan Tara yang ngerasain. Zahra cuma bisa ngasih pendapat aja hehe."
“Hmm gitu ya Zah?"
“Iya, difikirin dulu aja." Kata dia.
Dan gue pun mulai berfikir, benar juga apa yang dikatakan Zahra, dan gue memilih untuk tetap bertahan.
Gue menjalankan hari-hari gue seperti biasa, dan gue gak kuat, gue butuh lebih banyak uang dan waktu. Sampai pada akhirnya, gue mengutarakan keinginan gue ke atasan gue agar dipindahkan ketempat yang lebih dekat. Dia menanyakan alasannya dan gue tetap dengan alasan yang sama, uang dan waktu. Dia terdiam sebentar lalu mengiyakan keinginan gue.
Sekarang hari terakhir gue kerja di kota kasablanka. Sambil merapikan isi loker gue, gue mengenang semua kegilaan yang pernah kita lakukan bareng-bareng di tempat ini. Sama seperti pindah hati, ketika kita putus dengan pasangan kita, kita pasti memikirkan semua kenangan-kenangan yang pernah kita ukir bersama pasangan kita. Entah itu dari hal yang paling membahagiakan, maupun dari hal yang sangat menyakitkan. Kita akan mengingat itu semua dengan rasa penyesalan karena semuanya harus terbuang sia-sia. Kebetulan disaat ini gue juga lagi dalam proses perpindahan hati. Ya, hubungan kita udah mulai berat untuk dijalani, dan semuanya mulai terasa sempit bagi kita, dan di dalam kasus ini, dia memutuskan untuk pindah.
Perpindahan itu terjadi karena dua hal, kita ingin pindah atau kita harus pindah, dan Gue menemukan kesamaan diantara perpindahan kerja dan perpindahan hati yang gue alami, semua terjadi karena gue memang harus pindah.
Pintu terbuka, Team Leader gue masuk kedalam ruang loker, menatap gue, lalu bilang, “Udah siap, Tara?" Gue cuma mengangguk kecil. Gue mulai mengangkat tas gue dan melihat ke sekeliling, sambil berharap.... semoga tidak ada yang tertinggal.
No comments:
Post a Comment