Semua hal terlihat normal.
Gue terlentang diatas kasur dan mandangin langit-langit kamar. Orang-orang ramai di tivi untuk menghibur penonton yang sahur saat ini, tapi tidak dengan gue. Bahkan untuk membuat gue tersenyum pun gabisa. Gue masih tetap memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong, berusaha menerima kenyataan dan berharap semua yang terjadi ini cuma mimpi buruk.
Harusnya sekarang ini gue sahur, tapi sekarang pun gue bener-bener gak nafsu buat makan, padahal nenek gue udah ngomel-ngomel nyuruh gue sahur, tapi gue tetep gak bisa beranjak, terlalu sesak rasanya.
Nenek gue tetep maksa gue buat sahur. Dia gak tahu apa yang gue rasa saat ini. Karna mungkin gue terlihat biasa aja.
Padahal, gue baru aja putus.
Di dalam tubuh gue yang biasa-biasa aja ini, gue lagi remuk redam, hancur berkeping-keping, jatuh terlantar. Tapi buat orang lain yang ngeliat, gue terlihat biasa. Karna apa pun masalah kita, serumit dan sekompleks apa pun, orang lain akan tetap jalan dengan hidupnya, seolah tidak mempedulikan. Begitulah.
Gue akhirnya duduk-duduk males di kasur. Earphone yang nyambung ke hape gue ini memainkan lagu "Lebih Indah"-nya Adera.
Gue bengong.
Lagu ini ngebawa ingatan gue ke masa lalu. Tepatnya dua setengah tahun kurang seminggu lalu. Waktu kita masih kelas 2 SMK. Waktu itu baru seminggu gue pacaran sama dia.
Waktu itu kita berencana ke monas.
Gue nunggu dia di depan CBD Ciledug. Karna dulu kita pacaran ngumpet-ngumpet dari orang tua, jadi gue ga bisa jemput kerumahnya dan akhirnya kita janjian disini.
Gue berdiri nungguin dia, gue inget waktu itu gue make celana skinny jeans cewek yang ketatnya bikin titit gue teriak minta tolong dan gue make kaos item polos junkies dan memperlihatkan ikat pinggang gue yang palanya gede bertuliskan 'SEXY'. Didukung dengan poni lempar gue saat itu, gue sukses mendapatkan sertifikat "Alay of the year" saat itu. Konon, anak-anak kecil yang melihat gue saat itu merasa masa depannya bakalan suram dan takkan pernah seindah suara seraknya Aurel.
Setelah gak berapa lama, Dia datang. Menggunakan kerudung abu-abu bermotif bunga dan dress hitam berbintik putih. Dipegangnya tas kecil bewarna putih gading. Dengan jalan nunduk perlahan, dia terlihat sangat anggun. Matanya terlihat sangat teduh sekali saat itu. Dia benar-benar terlihat seperti Mamah Dedeh.
Dia tepat di depan gue sekarang, matanya menatap mata gue.
Dia senyum. Gue cengengesan.
Setelah terdiam beberapa lama, gue berkata, "mau pengajian dimana?".
Kemudian cubitannya sukses mendarat di pinggang gue.
Kemudian kita mulai jalan menuju monas. Kita ngobrol sepanjang jalan, entah apa yang kita obrolin saat itu, namun saat-saat itu terasa sangat cepat. Kita sampai dimonas, muterin kawasan monas sampai 2x karna lupa pintu masuk kedalam monumennya dimana. Banyak hal yang kita lakuin disana, entah kenapa disaat itu sangat gampang buat gue untuk ketawa. Gue ga pernah ngerasa sebahagia itu sebelumnya. Kemudian kita mampir di patung kuda. Tau kan patung diponogoro yang lagi naik kuda ngengkang di depan danau itu? Nah di depannya itu juga ada batu marmer yang cukup tinggi. Kemudian kita duduk diatas situ, tentunya dengan perjuangan yang cukup berat gua gendong Dia keatas situ.
Dan dari atas situ kita bisa melihat keramaian orang-orang yang berada dikawasan monas, dan cuma kita yang berada diatas patung marmer itu. Mungkin orang-orang yang ngeliat kita mikir ngapain itu mamah dedeh sama alay bintaro duduk di situ berduaan? Emang lumayan aneh sih kita duduk disitu, harusnya kita malu. Tapi hati mengalahkan otak, kita ngerasa bodoamat.
Setelah kita mengamati dan mentertawai orang-orang yang terlihat lucu (ya, kita emang doyan ngetawain orang), masih diatas batu marmer depan patung kuda, dengan angin yang berhembus kencang, kita saling tatap. Bergandeng tangan, dan mengucapkan janji-janji kita. Janji-janji yang udah terlupakan.
------------------------------
Balik ke kehidupan nyata.
Gue buka hetset gue, dengan males gue kebawah. Dibawah nenek gue ngomel-ngomel mulu, hffft. Gua cuma makan beberapa gorengan aja, terus gue balik lagi keatas dengan segelas teh hangat.
Disinilah gue berada.
Diatas genteng, memandangi langit kosong sambil mencoba lari dari kenyataan. Hetset gue memainkan lagu 'adelaide sky'-nya Adhitya Sofyan.
Akhir-akhir ini gue seneng ada diatas genteng ini. Tanpa kerjaan, tanpa bacaan, membuat gua berfikir.
Ya, berfikir.
Berfikir tentang hubungan terakhir gue yang baru putus ini. Biasanya, sehabis putus, gue akan bersedih-sedih sejenak lalu perlahan-lahan mengambil serpihan hidup dan ceria seperti dulu lagi. Tapi ini beda, kali ini gue 2,5 tahun pacaran dan putus dengan sukses.
Gue tau, gue harus mencari tau apa yang salah?
Pikiran gue pun kembali ke obrolan dengan Lita tadi malam. Dia bilang dia capek karna udah di sia-sia-in terus sama cowok-nya. Dia ngasih kesempatan berkali-kali ke cowok-nya tapi cowok-nya masih aja ngelakuin kesalahan yang sama. "Sama aja ngomong sama tembok". Kata Lita.
Gue cuma bisa diem.
Gue sadar salah satu hal yang bikin 'Dia' pergi dari gue pun karna hal yang sama kaya Lita ninggalin cowoknya. Udah bertahun-tahun gue buat kesalahan, dan udah bertahun-tahun pula dia kasih kesempatan. Dan ini udah mentok mungkin. Dia udah bisa melewati 'tembok'nya. Dan dia udah nemuin pemandangan indah dibalik 'tembok' itu. Semoga pemandangan itu adalah pemandangan indah yang nyata. Bukan pemandangan yang suatu saat berubah menjadi tembok lainnya. Semoga.
Gue pun gabisa nasehatin apa-apa ke Lita. Dia punya masalahnya sendiri. Cuma dia yang tahu.
Memang menyakitkan, sebesar apa-pun masalah kita, orang-orang lain akan tetap berjalan maju. Tidak ada yang memahami. Walaupun ketika kita cerita, mereka pasti akan bilang, "Gue tau rasanya". Tapi mereka tidak benar-benar tahu. Karna mereka tidak benar-benar berada di posisi kita. Tidak.
Orang-orang lain akan tetap memperlakukan kita seperti orang biasa. Tanpa tau apa yang kita jalani. Tanpa tau apa yang kita alami. Sebesar apapun badai yang ada di hati kita saat ini.
------------------------------
"Ku ingin kau tahu isi hati ku...
Hanya kau lah yang terlarut dalam darahku...
Tak ada yang lain hanya kamu...
Tak pernah ada... takkan pernah ada..."
Geisha.
Jadi keinget beberapa bulan lalu.
Sore itu kita lagi tidur-tiduran sambil berbagi earphone dan nyanyi-nyanyi bareng lewat lagu yang ada di hape gue.
Ketika intro lagu ini, dia nyuruh gue buat nyanyiin lagu ini buat dia. Gua nyanyi sambil natap mata dia. Demi Tuhan, gue nyanyiin ini bener-bener dari hati. Di akhir reff pertama, gue liat mata dia berkaca-kaca. Ketika gue ingin nanya dia kenapa, dia meluk gue kenceng banget. Setelah hening beberapa saat, masih dalam pelukan, dengan suara lirih, dia bilang, "makasih ya ra".
Hening.
Ketika itu jantung gue berhenti berdetak.
-------
Hfft. Gue matiin rokok gue.
Adzan udah berhenti berkumandang. Gue masih duduk disini. Melihat langit fajar yang mulai terang. Dan hubungan kita sudah gelap.
Katanya, yang namanya 'gelap' itu gak ada, yang ada itu kekurangan cahaya.
Mungkin kita udah meredup.
Pada hati.
Pada kepercayaan yang udah lama sekarat, lalu mati diam-diam. Mungkin janji yang kita ucapin dulu bisa dengan gampang dilupakan setelah kita mulai membuat janji yang baru. Janji yang juga tidak bisa di tepati.
Banyak alasan untuk orang putus cinta.
Ketidaksamaan dari apa yang kita beri dengan apa yang kita terima. Masalah eksternal, internal, agama, orang tua, teman, atau pun pihak ketiga. Tapi apa yang salah dengan hubungan kita, gue pengen mengerti.
Dia bilang waktu itu, masalahnya karna kita beda.
Beda.
Beda.
Gue ulangin kata-kata itu sampe udah gak ada artinya lagi.
Gimana perbedaan yang dulu bisa kita hadapi dengan angkuh tapi malah jadi penyebab hancurnya hubungan ini. Mungkin perbedaan sudah lebih kuat dari apa yang kita punya sekarang.
Atau mungkin, tujuan kita yang sudah beda.
Embun pagi mulai membasahi dahi gue. Gue inget ketika gue menyebut dia itu "Dewi Embun" gue. Meskipun dia gak tau knapa dia gua panggil dengan sebutan itu, dia terlihat senang. Asal kalian tahu, setiap pagi, gue hanya merasakan beberapa detik kedamaian karna embun. Ketika gue ada di deket dia, gue ngerasa kedamaian disetiap detiknya. Dia Dewi Embun gue.
Hft, entah knapa semua hal berhubungan sama dia. Udah terlalu banyak yang kita jalanin dan semua harus berakhir sia-sia.
Earphone gue memainkan lagunya All American Rejects yang 'It Ends Tonight'.
"When darkness turn to light, it ends tonight...
It ends tonight"
Batre di hape gue udah tinggal 11%. Orang-orang udah mulai beraktifitas di bawah sana. Semoga, dengan berakhirnya lagu ini....
Aku udah bisa ngelupain kamu.
No comments:
Post a Comment